Setiap orang mestinya memiliki rasa empati, tak terkecuali anak-anak. Empati adalah kemampuan untuk mengolah rasa yang membuat anak dapat menempatkan diri pada posisi orang lain dan memahami emosi dari perasaan orang tersebut.
Terlebih di suasana hari ini, dunia dalam musibah pandemi Corona. Banyak kaum muslimin yang jatuh sakit, bahkan meninggal dunia. Jutaan anak menjadi yatim piatu. Sangat dibutuhkan empati dari setiap orang termasuk anak.
Namun, atmosfer kehidupan kapitalis menyeret manusia berpola hidup individualis dan cuek. Yang penting diri dan keluarganya sehat dan selamat. Tidak peduli bagaimana nasib orang lain di sekitarnya.
Sehingga harus ada upaya untuk menumbuhkan rasa empati pada diri seseorang termasuk anak. Menumbuhkan rasa empati juga berarti membuat anak memahami kondisi orang lain.
Empati bukan hanya sekadar membuat anak merasa peduli, tetapi ia juga benar-benar merasakan dan memikirkan seolah berada pada situasi tersebut.
Jika Anak Tak Punya Empati
Anak cenderung bersikap tidak peduli dengan sekitarnya jika tidak ada rasa empati di dalam dirinya. Anak-anak juga tidak mau dan tidak bisa merasakan penderitaan yang dialami orang lain.
Bahkan, anak juga bisa saja tidak menunjukkan rasa menyesal setelah menyakiti orang lain. Akhirnya anak akan lebih suka merendahkan, meremehkan, atau mengucilkan orang lain yang sedang mengalami kesulitan.
Jika hal tersebut terus-terusan terjadi, tentu akan berpengaruh pada keadaan kepribadiannya saat dewasa.
Tentu sebagai orang tua tidak menginginkan anaknya kelak memiliki pribadi yang tidak peka bahkan tidak peduli dengan musibah yang menimpa orang lain. Sebab dia juga akan mendapatkan perlakuan yang sama dari orang lain.
Islam Mengajak Setiap Muslim untuk Berempati
Rasulullah saw. pada dasarnya juga mengajarkan umatnya untuk bersikap empati. Hal ini terdapat pada sabda Nabi saw., “Perumpamaan orang yang beriman dalam hal saling mencintai, mengasihi dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh tubuhnya juga akan merasakan sakit dengan tidak bisa tidur dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadis yang lain Rasulullah saw. juga pernah bersabda, ”Sesungguhnya, aku berdiri salat dan aku ingin memperpanjang salat. Lalu, aku mendengar tangisan bayi maka aku perpendek karena aku takut hal itu akan memberatkan ibunya.” (HR Bukhari)
Hendaknya orang tua mengajarkan pemahaman Islam ini kepada anak-anaknya. Bisa dilakukan dengan menceritakan kepada anak bagaimana Rasulullah saw. dan para sahabatnya berempati satu sama lain.
Keluarga muslim juga biasa menyampaikan kepada anak-anak jika ada tetangga atau anggota masyarakat di sekitarnya yang tertimpa musibah. Kemudian mengajarkan kepada anak bagaimana dia harus bersikap.
Apakah dengan mendoakan atau datang berkunjung untuk menghibur jika memungkinkan. Dapat juga dengan memberikan bantuan untuk meringankan beban orang yang tertimpa musibah tersebut.
Bersikap empati juga merupakan bagian kewajiban seorang muslim terhadap muslim lainnya. Rasulullah saw. bersabda, “Lima kewajiban muslim terhadap muslim yang lain adalah menjawab salam, mendoakan orang bersin, memenuhi undangannya, menjenguk ketika ia sakit dan mengantarkan jenazahnya.” (HR Muslim)
Anak Melihat Empati Juga Melekat Pada Orang tuanya
Orang tua tidak sekedar menyampaikan dan menganjurkan anak untuk berempati terhadap orang yang tertimpa kemalangan. Namun empati juga rasa yang melekat pada sikap keseharian orang tua di rumah.
Disaat menemui anaknya bersedih atau ditimpa masalah, orang tua peka dan menunjukkan sikap empatinya kepada anak.
Untuk kemudian orang tua hadir membantu meringankan atau menyelesaikan masalah yang dihadapi anaknya. Tidak menjadi orang tua yang cuek, sibuk dengan pekerjaan atau urusannya sendiri.
Begitu pula jika orang tua mendengar kabar ada tetangga yang sakit. Maka orang tua pun akan mendoakan tetangganya tersebut dan bersegera mencari tahu bantuan apa yang diperlukan dan bisa mereka berikan kepada si sakit.
Untuk menumbuhkan rasa empati anak, mutlak mereka membutuhkan keteladanan dari orang dewasa di sekitarnya.
Jika empati hanya himbauan di bibir saja, maka tidak akan berefek kepada pembentukan sikap pada anak.
Umat Butuh Pemimpin Yang Empati
Usaha orang tua dalam menumbuhkan rasa empati anak di usia dini akan berbuah manis di kemudian hari. Akan lahir sosok muslim yang peka dan peduli terhadap sesama muslim.
Dia akan hadir di masyarakat sebagai “problem solver” bagi masalah yang menimpa umat. Jika dia menjadi pemimpin maka dialah pemimpin yang mencintai dan dicintai rakyatnya.
”Orang-orang yang penyayang, maka mereka akan disayangi Allah. Barang siapa yang menyayangi yang di bumi, maka akan disayangi penghuni langit.” (HR Abu Dawud dan at-Turmidzi). Wallaahu a’lam.